Sabtu, 15 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Perilaku : Potensial Bunuh Diri di Panti Werdha

PENDAHULUAN
Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan  manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia :
1.Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59
2. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan    masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
4. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
5. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

Tugas Perkembangan Lansia
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan social/masyarakat secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.

Bunuh Diri
Pengertian Bunuh Diri
        Bunuh diri mungkin merupakan konsekuensi dari depresi yang paling menghancurkan. Bunuh diri merupakan fenomena yang paling universal yang terjadi baik pada usia tua maupun muda. Sebagian besar perawat gerontology hanya mengetahui sedikit tentang keseriusan masalah tersebut, pengkajian dan pencegahannya, dan penatalaksanaan perilaku bunuh diri pada lansia.
       Pria lansia kulit putih memiliki angka bunuh diri yang paling tinggi dibandingkan kategori usia, jenis kelamin, atau ras lainnya. Analisis bunuh diri berdasarkan usia menunjukkan bahwa usia terbesar terjadinya bunuh diri adalah diatas 75tahun. 

Manifestasi Klinis Bunuh Diri
        Meskipun faktor resiko utama untuk bunuh diri secara nyata tetap sama sepanjang tentang kehidupan, banyak diantara faktor-faktor tersebut yang menjadi lebih banyak sejalan dengan bertambahnya usia seseorang.
        Batasan karakteristik dapat sangat bervariasi dan sering berhubungan dengan faktor-faktor  yang berkaitan dengan depresi. Faktor resiko yang berhubungan dengan bunuh diri :
  •          Menjanda/menduda atau bercerai
  •          Pensiun atau menganggur
  •         Hidup sendiri
  •          Kesehatan fisik yang buruk
  •           Penyalah gunaan obat (termasuk obat-obat terapeutik)
  •           Adanya akses terhadap alat yang mematikan
  •           Depresi
  •           Penyalah gunaan alkohol
  •           Rasa putus asa
  •           Upaya bunuh diri sebelumnya
  •           Kehilangan
  •           Riwayat depresi atau bunuh diri dalam keluarga

KONSEP PANTI WERDHA

     Tujuan dan Fungsi Pelayanan
            Tujuan pedoman pelayanan ini adalah memberi arah dan memudahkan petugas dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan dan perawatan lanjut usia di PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha), serta meningkatkan mutu pelayanan bagi lanjut usia. Tujuan pelayanannya adalah:
1. Terpenuhinya kebutuhan lansia yang mencakup biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
2. Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktifitas lansia.
3. Terwujudnya kesejahteraan sosial lansia yang diliputi rasa tenang, tenteram, bahagia, dan   mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tugas pelayanan meliputi:
1.Memberi pelayanan sosial kepada lansia yang meliputi pemenuhan kebutuhan hidup, pembinaan fisik, mental, dan sosial, member pengetahuan serta bimbingan keterampilan dalam mengisi kehidupan yang bermakna.
2.Memberi pengertian kepada keluarga lanjut usia, masyarakat untuk mau dan mampu menerima, merawat, dan memenuhi kebutuhan lansia.

Fungsi pelayanan dapat berupa pusat pelayanan sosial lanjut usia, pusat informasi pelayanan sosial lanjut usia, pusat pengembangan pelayanan sosial lanjut usia, dan pusat pemberdayaan lanjut usia.
Sasaran pelayanan ini adalah lanjut usia potensial, yaitu lanjut usia yang berusia 60 tahhun ke atas, masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang berusia 60 tahun  ke atas, tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain, keluarga lanjut usia, masyarakat, kelompok, dan organisasi sosial.
Kebutuhan Lansia
Dengan memperhatikan keanekaragaman latar belakang boipsiko-sosial dan spiritual lanjut usia, kebutuhan dan tindakan dalam pelayanan untuk lanjut usia dapat diidentifikasi. Dalam tindakan ini, petugas berkewajiban memotivasi, mengarahkan, mengajarkan, dan membantu melaksanakan kegiatan lanjut usia.

1. Kebutuhan Biologis
          a. Makan dan minum
          b. Pakaian
          c. Tempat tinggal
          d. Olahraga
          e. Istirahat/tidur
2. Kebutuhan Psikologis
          a. Sering marah
          b. Rasa aman dan tenang
          c. Ketergantungan
          d. Sedih dan kecewa
          e. Kesepian
3. Kebutuhan Sosial
          a. Aktifitas yang bermanfaat
          b. Kesulitan menyesuaikan diri
          c. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
          d. Bersosialisasi dengan sesama lansia
          e. Kunjungan keluarga
          f. Rekreasi/hiburan (di dalam dan di luar panti)
          g. Mengikuti pendidikan usia ketiga
          h. Tabungan/simpanan bagi lansia yang berpenghasilan
4. Kebutuhan Spiritual
          a. Bimbingan kerohanian
          b. Akhir hayat yang bermartabat

Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti
Tujuan
Tujuan pembinaan kesehatan lansia dipanti meliputi tujuan umum dan khusus.


Tujuan Umum
Meningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia dipanti agar mereka dapat hidup layak.

 Tujuan khusus
1.  Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dipanti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti.
2.  Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dipanti dalam memelihara kesehatan diri sendiri.
3.  Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan lansia dipanti.

Sasaran
Sasaran Umum
1.  Pengelola dan petugas penghuni panti
2.  Keluarga lansia
3.  Masyarakat luas
4.  Instansi dan organisasi terkait

Sasaran Khusus
     Lansia penghuni panti

Kegiatan
      Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative.
    Upaya promotif
     Upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat.
    Kegiatan tersebut dapat berupa:
          a. Penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini:
·         Masalah gizi dan diet
·         Perawatan dasar kesehatan
·         Keperawatan kasus darurat
·         Mengenal kasus gangguan jiwa
·         Olahraga
·         Teknik-teknik berkomunikasi
·         Bimbingan rohani
          b. Sarasehan, pembinaan mental dan ceramah keagamaan,
          c. Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti
          d. Rekreasi
          e. Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti
                 f. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.

    Upaya preventif
      Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.  
     Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:
  •  Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dip anti oleh petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodik atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.
  •  Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.
  •  Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
  •  Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing.
  •  Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya masing-masing.
  •  Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  •  Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.
  •  Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara optimal.

    Upaya kuratif
     Upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan.
     Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:
a.    Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.
b.    Pengobatan jalan di puskesmas.
c.    Perawatan dietetic.
d.   Perawatan kesehatan jiwa.
e.    Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
f.     Perawatan kesehatan mata.
g.    Perawatan kesehatan melalui kegiatan di puskesmas.
h.    Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan.

     Upaya rehabilitatif
     Upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (keterampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).


Manajemen stress
Apa itu stress? Stress tidak lain dari suatu ancaman nyata atau dirasakan yang tertuju pada kondisi sik, emosi, dan sosial seseorang. Kesemuanya dapat menimbulkan stress. Telah banyak teori yang diajukan tentang stress ini, namun yang mengaitkannya  dengan lansia dan penuaan hampir tidak ada (miller, 1995). Pengertian tentang stress perlu dikaitkan dengan koping. Jadi ringkasnya, bahwa:
1.      Stress adalah kejadian eksternal serta situasi lingkungan yang membebani kemampuan adaptasi individu, terutama berupa beban emosional dan kejiwaan; sedangkan
2.      Koping adalah cara berfikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau transaksi yang menyakitkan itu (stressor). Pembaca dapat merujuk pada teori-teori tentang stress antara lain sindrom adaptasi umum menurut selye (1956) serta jumlah pakar terkemuka mengenai stress ini. Berikut ini disajikan factor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia.

Tabel 1
Factor-faktor yang mempengaruhi koping lansia

faktor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia

Pengaruh dari berbagai pengalaman hidup beserta koping.
  • Berbagai orang mamaknai pengalaman hidupnya secara unik
  • Fakor waktu cukup berpengaruh, khususnya bila berbagai kejadianmenimpa dalam selang waktu yang singkat
  • Bila suatu kejadian yang menimpa itu tidak diantisipasi sebelumnya
  • Pengalaman pahit yang dialami sehari-hari memerlukan koping yang lebih besar ketimbang koping untuk suatu tragedy



Sumber-sumber koping:
  • Bagi dewasa adalah aset/harta milik lansia
  • Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stress

Gaya koping:
  • Hal ini lebih dipengaruhi oleh lsegi usia/kematangan
  • Gaya koping yang pasif, yaitu yang lebih berfokus pada emosi dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang tak mungkin lagi di ubah
  • Gaya koping yang aktif, yaitu yang lebih berfokus pada masalah dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang masihdapat di ubah
  • Menurut banyak kalangan bahwa segi keagamaan dan aktivitas tertentu merupakan perilaku yang efektif
  • Aktifitas yang bersifat menarik perhatian sangat membantu



Dalam penghujung usia, seseorang tentu saja telah mengalami kejadian-kejadian dengan resiko stroke yang tinggi, misalnya: penyakit akut atau kronis, pension, kematian kerabat, kesulitan keuangan atau perpindahan tempat domisili (lansia yang akan dimasukkan ke panti), serta masih banyak lagi. Walaupun mereka penyebab stress cukup beragam, namun dampak siologis pada umumnya berupa, yaitu dalam benyuk rangsangan saraf simpatis yang menyebabkan dikeluarkannya hormone-hormon dengan segenap akibat yang ditimbulkannya.

Stress yang berlangsung secara berkepanjangan bisa berakibat serius, termasuk kemungkinan munculnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit kanker, penyakit maag, sanpai pada kemungkinan penyakit kulit serta berbagai komplikasi lain, termasuk masalah sosial dan emosional, caranya seseorang lansia beradaptasi terhadap stress sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian serta strategi penyesuaian (koping) yang telah digunakan sepanjang hidupnya. Mencari teman serta menjaga persahabatan merupakan bentuk strategi yang penting.Persahabatan dapat member dukungan bagi lansia, terutama disaat stress meningkatkan rasa percaya diri untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi. Klien lansia harus diberanikan agar berespon terhadap stress dengan cara yang sehat. Salain itu perlu menjaga keseimbangan nutrisi, istirahat yang cukup, serta exercise. Juga dapat dipertimbangkan terapi relaksasi, sebagai contoh di Negara maju tak jarang orang melakukan yoga, meditasi, layihan relaksasi sampai pada melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan upaya mengatasi stress.
            Akhirnya, pada table 2 adalah strategi koping  yang dapat di ikhtiarkan terhadap aneka tantangan yang dihadapi lansia.
Tabel 2
Strategi koping yang digunakan
Penyesuaian psikososial
Strategi koping
Stereoptip lansia


Pension



Pengurangan pendapatan


Kemunduran kesehatan



Keterbatasan fungsional (aktivitas sehari-hari)

Kemunduran kognitif



Kematian anggota keliarga



Perpindahan hunian


Tantangan kejiwaan lainnya
                 Peril dipertimbangkan identitas diri yang kuat     percaya diri)

Kembangkan keterampilan baru, gunakan waktu luang, berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang bermakana

Manfaatkan fasilitas discount yang tersedia

Gaya hidup sehat(gizi, olahraga, dan istirahat secukupnya)





Penyesuaian diri terhadap longkungan dan jika perlu menggunakan alat bantu

Memanfaatkan peluang pendidikan seperti grup diskusi, perpustakaan, dan hal-hal lain yang kreatif

Boleh larut dalam kesedihan secukupnya, bila perlu  memanfaatkan konseling, bina keakraban yang baru

Di Negara maju, bagi para lansia tersedia berbagai pilihan hunian

Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilanh stress, dan berpartisipasi dalam aktivitas kelompok.




ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosis Keperawatan 
Beberapa diagnosis yang telah disetujui NANDA yang berhubungan dengan potensial bunuh diri :
  • Putus asa
  • Kekerasan
  • Resiko tinggi melukai diri
  • Berduka disfungsional
  • Koping indivisu tidak efektif
  • Harga diri rendah : situasional
  • Isolasi sosial
  • Distress spiritual

Penatalaksanaan
1.       Pencegahan Primer
       Perawat dapat melakukan upaya-upaya pencegahan primer dengan mengetahui klien mana yang beresiko paling besar mengalami bunuh diri.  Jika profil yang merupakan kumpulan bahaya interpersonal dan lingkungan semacam itu terdeteksi,perawat harus segera bertindak untuk mencegah bunuh diri dengan membuat rujukan untuk evaluasi psikiatrik dan kemungkinan pengobatan untuk depresi, membuat rujukan ke lembaga layanan social yang tepat untuk bantuan ekonomi, dan mengimplementasikan strategi-strategi untuk meningkatkan interaksi sosial dengan mendorong klien untuk menjalankan fungsi-fungsi seperti makan bersama.
Selain itu, pengkajian awal harus selalu menargetkan faktor-faktor resiko, terutama penyalahgunaan obat dan alcohol, ketersediaan alat untuk bunuh diri, riwayat depresi atau bunuh diri dalam keluarga, dan upaya bunuh diri sebelumnya.

2.       Pencegahan Sekunder
      Pengkajian
       Perawat yang bekerja bersama lansia di berbagai lingkungan (perawatan akut dan perawatan jangka panjang serta praktik berbasis komunitas) sangat perlu untuk membiasakan diri terhadap pernyataan penghilang semangat yang dapat mengindikasikan ide bunuh diri pada kliennya, seperti “semakin tua semuanya semakin buruk”, “saya tidak berguna bagi siapa pun”, atau “hidup tidak member kepuasan bagi saya”. Jika perawat mendengar pertanyaan-pertanyaan semacam itu atau jika klien lansia beresiko mengalami depresi atau bunuh diri, perawat harus mengkaji adanya potensi bunuh diri. Hal tersebut paling mudah diselesaikan dengan serangkaian hirarki pertanyaan, seperti :
o        “Apakah anda beranggapan bahwa hidup ini tidak berarti?”
o        “Apakah anda mempertimbangkan untuk membahayakan diri anda sendiri?”
o        “apakah anda memiliki rencana untuk menyakiti diri anda sendiri?”
o        “Pernahkah anda melaksanakan rencana tersebut?”
o        “Pernahkah anda berupaya bunuh diri?”
       Banyak lansia yang berespon secara afirmatif terhadap pertanyaan pertama, beberapa diantaranya mengakui telah mempertimbangkan untuk melukai diri sendiri tetapi sering mengubah pernyataan tersebut dengan pernyataan lain, “Tetapi saya tidak pernah melakukan nya karena agama melarang saya” atau “Saya tidak akan melakukan hal tersebut karena istri saya. Siapa yang akan merawatnya jika saya pergi?”
Perawat harus mendokumentasikan hasil pengkajian mereka dan berbagi data tersebut dengan anggota tim kesehatan lainnya. Perawat juga harus mengevaluasi kembali potensi bunuh diri pada lansia setiap 3 bulan, mencatat adanya perubahan-perubahan sebagai respon terhadap pertanyaan-pertanyaan pengkajian.


Intervensi Keperawatan
        Jika resiko bunuh diri cukup besar, lansia harus dihospitalisasi di bawah perawatan seorang psikiatrik. Oleh karena itu, perawat harus memutuskan tingkat observasi yang tepat bagi klien.
Intervensi krisis.
Perawat, terutama yang bekerja dilingkungan rawat jalan, juga dapat menggunakan prinsip-prinsip intervensi krisis dalam menghadapi lansia yang bunuh diri. Pendekatan intervensi krisis terdiri dari lima langkah dasar :
  •           Berfokus pada bahaya terbaru atau krisis yang mendorong klien berespon terhadapnya (mis : kehilangan orang yang dicintai)
  •           Menurunkan bahaya yang ada (membuang peralatan, melakukan supervise rumah sakit)
  •           Membandingkan biaya dan manfaat melanjutkan pemberian pengobatan kepada klien (yang dapat digunakannya untuk upaya overdosis) dilingkungan rawat jalan.
  •           Mendiskusikan situasi secara terbuka dengan keluarga klien
  •           Menegosiasikan kontrak bunuh diri dengan klien.
Aliansi Terapeutik
Proses ini memerlukan pembentukan ikatan rasa dan hubungan saling percaya dengan klien lansia dan selalu menepati janji pada mereka (mis: “saya akan menelpon anda di rumah pada akhir pecan untuk mengetahui bagaimana perasaan anda”). Perawat harus menetapkan batasan-batasan yang jelas dan membuat rekomendasi terapeutik yang kuat, sambil mendorong lansia untuk mengungkapkan kekhawatiran yang mereka alami.
Pelatihan Keterampilan
Perawat dapat memfasilitasi rujukan (mis : sesi terapi keluarga) atau memaikan peran terapeutik yang lebih langsung dengan mengajarkan kepada klien lansia tentang keterampilan komunikasi, keterampilan asertif, dan tehnik penatalaksanaan stress dan dengan memberikan informasi tentang depresi dan obat yang diresepkan untuk mengatasinya. Perawat harus mendorong dan memfasilitasi kemandirian klien, membantunya melakukan aktivitas hidup sehari-hari bila perlu.
Pendekatan Psikoterapeutik
Perawat dapat mengajarkan kepada klien lansia tentang bagaimana melakukan koping dengan pikiran dan perilaku disfungsional dan merusak diri yang berkaitan dengan bunuh diri.  Sebagai contoh, klien harus diajarkan tentang bagaimana mengidentifikasi dan kemudian mengekang pikiran disfungsional yang memunculkan perasaan bersalah, depresi, dan putus asa. 

Rencana Asuhan
Hasil yang diharapkan
Tindakan Keperawatan
Klien merasa aman.
Klien melaporkan kepada perawat adanya ide bunuh diri.
Klien menegosiasikan kontrak tertulis untuk tidak membahayakan diri sendiri.
Klien tidak membahayakan diri sendiri.








Klien melakukan peran yang lebih aktif dan berminat pada aktivitas perawatan diri dan dalam proses rehabilitasi.
Klien meningkatkan interaksi dengan staf, keluarga, dan teman-teman.
Klien mendiskusikan bersama staf tentang isu-isu yang berkaitan dengan bunuh diri, dan berpartisipasi dalam penetapan tujuan terapeutik, menegosiasikan kembali kontrak, dan merencanakan perawatan yang kontinu setelah pemulangan.

Klien menunjukkan peningkatan kemampuan koping terhadap masalah-masalah yang mencetuskan perilaku bunuh diri.
Klien mengungkapkan tidak ada ide bunuh diri dan merasakan hilangnya perasaan putus asa.
Klien menapati janji pemeriksaan pascarawat, mematuhi program pengobatan yang sudah ditentukan, dan memahami tujuannya.
Klien menujukkan keterampilan-keterampilan dalam situasi bermain peran (mis : pemecahan masalah, asertif).
Klien mengidentifikasi teknik penatalaksanaan stres dan strategi alternatif lainnya untuk mengatasi masalah keputusasaan.
Diagnostik/pemantauan
Kaji potensi bunuh diri.
Tentukan tingkat observasi yang tepat (mis : pasien rawat jalan, pasien yang dihospitalisasi).
Terapeutik
Kurangi bahaya lingkungan, instruksikan dengan keluarga untuk melakukannya juga.
Gunakan intervensi krisis.
Gunakan pembentukan aliansi terapeutik.
Berikan struktur dan hilangkan isolasi sosial.

Tingkatkan interaksi sosial.
Libatkan klien dalam penetapa tujuan dan aktivitas rencana pemulangan dan jika diperlukan, terapi keluarga.
Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri (mis : berdandan) dan tingkatkan kesempatan membuat keputusan.





Diagnostik/pemantauan
Pastikan pemeriksaan tindak lanjut kesehatan mental yang adekuat dan pemantauan adanya bunuh diri pada periode pascarawat.
Terapeutik
Ajarkan klien keterampilan asertif, komunikasi, penatalaksanaan stress, dan penyelesaian masalah.
Beritahu klien tentang sumber-sumber pascarawat dan komunitas yang tersedia.
Gunakan strategi terapi kognitif, perilaku, atau keleuarga atau lakukan rujukan ke spesialis psikiatrik.
Ajarkan kepada klien (dan keluarga, jika ada) tentang sifat penyakit depresif serta efek samping dan penatalaksanaan pengobatan.


Pencegahan Tersier
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, prediktor tunggal yang terbaik dari bunuh diri adalah upaya bunuh diri sebelumnya. Faktor resiko ini harus selalu dipertimbangkan dalam proses asuhan dan rehabilitasi, tertama jika faktor pencetus (mis : diagnosis kanker, kematian pasangan) tidak dapat diselesaikan. 


Daftar pustaka
  1. Strockslager, Jaime L. dan Liz Schaeffer. 2008. ASUHAN KEPERAWATAN GERIATRIK. Edisi ke-2. Jakarta:EGC
  2. Maryam, R Siti.et al. 2008. MENGENAL USIA LANJUT DAN PERAWATANNYA. Jakarta:salemba medika
  3. Nugroho, wahyudi.2008. KEPERAWATAN GERONTIK & GERIATRIK. Jakarta: EGC
  4. Pudjiastuti, Sri Ssurini dan Budi Utomo. 2003. FISIOTERAPI PADA LANSIA. Jakarta: EGC
  5. Tamher, S. dan noorkasiani. 2009. KESEHATAN USIA LANJUT DENGAN PENDEKATAN ASUHAN KEPERAWATAN. Jakarta: salemba medika

0 komentar:

Posting Komentar